Jumaat, 1 Julai 2016

Hukum Menggabungkan Puasa Qadha dan Enam Hari Bulan Syawal dengan Satu Niat


Hukum Menggabungkan Puasa Qadha dan Enam Hari Bulan Syawal dengan Satu Niat

Apakah boleh melakukan puasa qadha dan enam hari bulan Syawal dalam satu waktu dan dengan satu niat? (Permohonan fatwa No. 2105 tahun 2003)



Jawaban : Mufti Prof. Dr. Ali Jum'ah Muhammad 



Sebagian besar ulama berpendapat boleh menggabungkan niat puasa sunah ke dalam puasa wajib dan tidak sebaliknya. Artinya tidak boleh menggabungkan niat puasa wajib ke dalam puasa sunah. Oleh karena itu, seorang muslimah yang mengqadha puasa Ramadhan pada bulan Syawal, berarti telah menyelesaikan kewajiban qadhanya, dan dalam satu waktu ia dianggap telah melaksanakan puasa enam hari Syawal serta memperoleh pahalanya. Hal itu karena puasa qadha itu berlangsung atau dilakukan pada bulan Syawal. 



Permasalahan ini dikiyaskan dengan seseorang yang masuk ke dalam masjid lalu sebelum duduk ia melaksanakan shalat dua rakaat dengan niat shalat fardu atau sunah rawatib. Dengan melaksanakan shalat dua rakaat itu ia dianggap telah melaksanakan shalat Tahiyatul masjid, karena dia telah melaksanakan shalat itu sebelum duduk di dalam masjid. 


Al-Bujairimi, dalam al-Hâsyiyah-nya, berkata, 
"Keutamaan pahala shalat Tahiyatul masjid dapat diperoleh dengan melakukan shalat dua rakaat atau lebih ketika masuk ke dalam masjid, baik itu shalat fardu maupun shalat sunah, dan baik ia meniatkan shalat sunah Tahiyatul masjid bersamaan dengan pelaksanaan shalat tersebut ataupun tidak.

Hal ini sesuai dengan hadits Bukhari dan Muslim؛

,إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلاَ يَجْلِسَ حَتَّى يُصَلِّىَ رَكْعَتَيْنِ "

Jika salah seorang dari kalian masuk ke dalam masjid, maka hendaknya dia tidak duduk sampai melaksanakan shalat dua rakaat." 

Di samping itu, maksud disyariatkannya shalat Tahiyatul masjid adalah dilaksanakannya ibadah shalat sebelum seseorang duduk di dalam masjid, dan hal ini telah tercapai dengan shalat tersebut." 

Adapun dalam masalah puasa, maka Imam as-Suyuthi di dalam kitab al-Asybâh wan-Nazhâ`ir mengatakan, 
"Seandainya seseorang berpuasa qadha, nazar atau kafarat di hari Arafah, dan ketika itu ia meniatkan puasa Arafah juga, maka dalam masalah ini al-Barizi menfatwakan bahwa puasa orang itu sah dan ia dianggap telah melakukan kedua jenis puasa yang diniatkan itu." 

Namun perlu kami ingatkan bahwa maksud diperolehnya pahala dari puasa enam hari Syawal itu adalah pahala melakukan kesunahan, bukan pahala puasa Syawal secara sempurna. 

Ar-Ramli mengatakan dalam kitab Nihâyatul-Muhtâj, 
"Seandainya seseorang berpuasa qadha, nazar atau yang lainnya di hari 'Asyura, misalnya, maka ia juga mendapatkan pahala kesunahan berpuasa pada hari Asyura, sebagaimana difatwakan oleh ayah saya –rahimahullah—sesuai dengan pendapat al-Barizi, al-Ashfuni, an-Nasyiri, al-Faqih Ali bin Shalih al-Hadhrami dan yang lainnya. Akan tetapi orang tersebut tidak memperoleh pahala yang sempurna dari apa yang diperintahkan", yakni menyusuli puasa Ramadhan dengan puasa Syawal selama enam hari. 
Wallahu subhânahu wa ta'âlâ a'lam.

Fatwa Mufti Mesir


Nomor Urut : 2877
Tanggal Jawaban : 22/12/2003

http://www.dar-alifta.org/ViewFatwa.aspx?ID=2877&LangID=5&MuftiType=0



Kesimpulan

Walaupun para fuqaha' Mazhab Syafi'i berbeza pandangan tentang keharusan menggabungkan puasa qadha' dan puasa sunat sepertimana yang telah dinyatakan dalam kenyataan di atas, namun melakukan puasa tersebut secara berasingan adalah lebih afdhal. Hal ini sesuai dengan kaedah fiqh;
(الْخُرُوجُ مِنْ الْخِلَافِ مُسْتَحَبٌّ (القاعدة الثانية عشرة,الأشباه والنظائر: 136
“Keluar daripada khilaf merupakan perkara yang dianjurkan.”
Malahan, melakukan puasa tersebut secara berasingan dapat memperbanyakkan lagi ibadat kepada Allah Taala. Disebutkan dalam sebuah kaedah fiqh;
(مَا كَانَ أَكْثَرَ فِعْلًا ، كَانَ أَكْثَرَ فَضْلًا (القاعدة التاسعة العشر,الأشباه والنظائر: 143
“Apa yang lebih banyak perbuatan maka lebih banyak kelebihan.”
اليسع
Wallahu a'lam.

1 ulasan: